Kamis, 31 Oktober 2013

Noda Apapun, Tak Perlu Khawatir Deh!

Rinso cair andalan keluarga


Darryl anak saya yang masih sekolah di Taman Kanak-Kanak dan baru berumur 4 tahun, sedang aktif-aktifnya bermain. Setiap pulang sekolah selalu saja maunya bermain, entah hanya bermain di lingkungan rumah atau malah bermain di luar rumah. Apalagi semenjak dibelikan sepeda baru oleh papanya beberapa bulan lalu, intensitas bermainnya makin bertambah saja, terutama belajar mengendarai sepeda barunya itu. Awalnya Darryl memang hanya bermain sepeda di lingkungan rumah, misalnya di teras atau di garasi. Tetapi sejak beberapa teman-temannya juga memiliki sepeda baru dan hampir setiap sore pada ramai-ramai bermain sepeda di luar rumah, Darryl pun ikut-ikutan bermain hingga di gang di depan rumah. Saya pun tak mempermasalahkan Darryl bermain sepeda hingga di gang depan rumah karena gang depan rumah di komplek saya tinggal terbilang tidak ramai. Jadi relatif aman bagi Darryl dan teman-temannya bermain sepeda.

Daaryl, waktu dapat sepeda baru


Darryl sesaat setelah terjatuh, bibirnya tampak jontor
Hingga suatu sore saat saya tengah menyetrika baju, sementara Darryl bermain bersama teman-temannya di luar rumah, saya dikejutkan oleh teriakan Danny kakaknya Darryl. "Mamaaa...Darryl jatuh dari sepeda, mukanya berdarah!" Spontan saya cabut kabel setrikaan saya dan langsung menghambur keluar rumah. Di luar rumah saya lihat Darryl sudah berlari-lari kecil ke arah saya sambil menangis dan mengusap bibirnya yang tampak mengeluarkan darah. Sementara itu di belakang Darryl, tampak Danny tengah menuntun sepeda Darryl yang sebelumnya ada di tengah jalan dalam posisi terjungkal. 



Akhirnya tertidur juga

 Sebenarnya saya agak kaget juga melihat luka Darryl terutama di bagian bibirnya.  Saya pikir kalau tidak karena Darryl ngebut naik sepedanya, pastilah lukanya tak akan seperti itu. Paling-paling hanya luka lecet, tapi yang saya lihat sore itu tak hanya kaki dan tangannya yang lecet melainkan bibirnya ikut sobek. Luka di bibirnya itulah yang terus mengeluarkan darah dan Darryl spontan mengusap-usap lukanya itu dengan kaosnya. Noda darah pun mulai mengotori kaosnya. Mungkin karena perihnya, Darryl tetap saja menangis meraung-raung, meskipun telah saya gendong. Saya coba tenangkan dia sambil menggendongnya masuk ke dalam rumah.  Saya berusaha tak panik di depan Darryl, meskipun sebenarnya hati kecil saya sungguh panik melihat darah yang cukup banyak keluar dari bibirnya. Apalagi saat itu papanya juga belum pulang kerja. Pertolongan pertama yang saya lakukan kala itu adalah langsung mengganti baju kotornya kemudian membersihkan lukanya dengan air hangat. Setelah itu baru saya olesi obat luka untuk bagian lecet-lecetnya. Sambil tiduran di ranjang, bagian bibirnya tetap saya kompres dengan air hangat. Tangisnya pun mulai reda dan tak lama kemudian ia pun tertidur dengan pulasnya. Darah pun juga mulai berhenti keluar dari luka di bibirnya. 

Cukup tuang atau oles sedikit di bagian noda

Keesokan harinya saya langsung mencuci baju kaos yang kemarin hari dipakai Darryl bersepeda. Saya lihat noda darah mulai mengering di kaosnya itu. Tanpa pikir panjang, langsung saya ambil Rinso cair dan menuang sedikit ke bagian noda darah itu, kemudian merendamnya dalam ember dan sedikit air selama kurang lebih 15 menit saja. Setelah itu barulah saya kucek sebentar di bagian yang terkena noda-noda darah itu. Dan seperti biasa, noda darah itu pun hilang sudah. Baju Darryl pun kembali bersih seperti sedia kala. Dengan Rinso cair saya tak perlu khawatir noda akan sulit hilang. Tidak perlu dengan menyikat, cukup dengan mengucek sebentar, noda membandel pun bisa hilang lho! Berdasarkan pengalaman, bukan hanya noda darah, noda masakan seperti kecap dan saos, bahkan noda tinta dari spidol yang biasa digunakan Darryl jika mulai asyik menggambar juga biasa saya cuci pakai Rinso cair. Bukan hanya baju yang ternoda, baju kita sehari-hari pun aman lho dicuci dengan Rinso cair. Kita tak perlu menyikat seperti kalau kita menggunakan deterjen bubuk. Sudah capek menyikat, baju rusak karena kerasnya menyikat, nodanya pun tetap tidak hilang dengan sempurna. Tapi dengan Rinso cair, hasilnya jauh berbeda, baju kembali bersih seperti sedia kala karena Rinso cair 2x lebih efektif, meresap lebih ke dalam serat kain saat perendaman, untuk seluruh cucian sehari-hari.  Jadi buat ibu-ibu yang punya anak sedang aktif-aktifnya seperti anak saya Darryl, tak usah khawatir deh jika baju anak kita terkena noda. Cukup tuang atau oles sedikit Rinso cair pada bagian yang ternoda, rendam sebentar, kemudian kucek, pasti deh nodanya akan hilang. 

Meskipun lukanya masih membekas, tetap ceria
Tak perlu takut bajunya kotor, ada Rinso cair yang membersihkan nodanya koq hehehe

Beberapa hari setelah insiden Darryl jatuh dari sepedanya itu, Darryl tetap bermain seperti sedia kala. Meskipun masih terlihat bekas lukanya, ia tetap saja ceria. Ia juga tak kapok lagi bersepeda. Seiring berjalannya waktu, luka Darryl pun sembuh. Bekas lukanya sudah tak tampak. Saya juga tak pernah khawatir jika ia pulang bermain dengan baju yang kotor. Selama masih ada Rinso cair, noda apa pun tak akan saya khawatirkan. Demikian ibu-ibu, pengalaman saya menggunakan Rinso cair. Untuk segala cucian kotor, Rinso cairlah yang saya andalkan.   

Dengan Rinso cair, noda membandel sekalipun, mudah hilang lho!
Nah, berhubung Laiqa Magazine sedang mengadakan kontes Rinso cair, makanya saya bagikan pengalaman saya ini. Semua kisah yang saya ceritakan di sini merupakan pengalaman pribadi saya dan sepenuhnya bukan merupakan tanggung jawab Laiqa Magazine

NB : semua foto-foto diatas merupakan foto koleksi pribadi
     

(W2) Yang Tipis-Tipis Memang Keren

Holaaaa...

Masih sanggup ikutan kontes yang "slim dan tipis" ini kan hehehe...

Ya meskipun sedikit puyeng, mengingat temanya mirip-mirip dengan minggu lalu, tapi tetap harus kita jalani teman hehehe. Komitmen itu penting saudara-saudara! *halah. Demi menaklukkan "tantangan" ini saya pun akan kembali curhat. Ini masih soal notebook impian saya. Kemarin saya sudah berkhayal tentang notebook yang tipis, layarnya lebar dan pastinya harganya gak bikin dompet jebol. Dan ternyata notebook yang seperti itu memang ada, mereknya Acer dengan serinya Acer Aspire E1-432. Karena itulah saya ikutan kontes ini, siapa tahu dapat gratisannya hehehe.

Setelah saya baca-baca di sini, ini notebook memang keren koq. Bagaimana tak keren kalau segala keunggulan yang umumnya dimiliki oleh sebuah laptop canggih ada pada sebuah notebook Acer Aspire E1-432 ini. Sebagai emak-emak yang tak muda lagi (bulan ini genap usia saya 40 tahun lho!), saya akui mata saya sudah tidak secermat atau sesehat waktu muda dulu. Jika membaca tulisan atau artikel yang fontnya kecil-kecil, saya sering puyeng sendiri. Tulisan kecil-kecil itu seakan menjadi dobel-dobel di mata saya. Salah satu cara agar saya lancar membacanya, ya biasanya saya ganti fontnya menjadi besar. Selain font harus besar, saya juga butuh layar yang lebar agar mata saya semakin nyaman.
Gadget atau tablet pintar milik saya ternyata tak selamanya membantu atau mempermudah kerja tulis-menulis saya. Sebenarnya tablet ukuran 10 inci sudah lumayan memenuhi kebutuhan saya menulis, tapi keyboard touchscreennya sering menjadi masalah tersendiri bagi saya. Jari tangan saya kan ukuran jahe, sekali pencet yang keluar bukan hanya huruf yang saya maksud, melainnya juga huruf di kanan kirinya. Memang sih untuk masalah huruf ini masih bisa diakali dengan mengubah ke font yang lebih besar, tapi kalau setiap mau nulis atau mau membaca harus bolak-balik ganti font apa tak puyeng tuh? *perasaan dari tadi saya ngomong puyeng-puyeng melulu ya, semoga bukan lantaran tanggal tua deh hehehe.

saya perlu memperbesar "keyboard" touchscreen tablet saya ini agar tak salah-salah pencet

Nah Acer Aspire E1-432 ini ternyata menjawab kebutuhan saya. Layarnya sudah 14 inci. Sangat nyaman buat emak-emak yang tak muda lagi seperti saya. Jadi kalau saya jenuh nulis terus ingin main games atau nonton film *ehh, bisa koq!. Toh notebook yang tipis ini sudah dilengkapi dengan DVD-RW yang terintegrasi di dalamnya, kurang apa coba? Selain itu keyboard juga terpisah dari monitor dengan ukuran tuts yang proporsional di jari-jari tangan, otomatis saya tak salah-salah pencet seperti kalau saya mengetik di tablet. 

Kemarin saya sudah cerita kalau sedang mood nulis, saya sering tak peduli tempat. Misalnya sedang nongkrong di kafe sambil nunggu pesanan datang, saya juga biasa melewatkannya sembari ngetik-ngetik atau nulis di blog. Beberapa tulisan atau artikel saya ada lho yang "lahir" saat saya sedang nongkrong di luar begitu. Karena itulah kenapa saya seringnya mencari tempat makan atau nongkrong yang ada fasilitas internet atau wifi gratisnya hehehe *pengiritan banget ya? Karena sedang tak berada di rumah, maka baterai yang tahan lama itu sangat penting bagi saya. Apa jadinya ketika mau publish tulisan, pas deadline pula, tiba-tiba laptop mati. Menyebalkan sekali kan? Karena itu untuk suatu piranti menulis yang punya ketahanan baterai yang cukup lama, amat saya butuhkan. Eh, lagi-lagi Acer Aspire E1-432, memenuhi kriteria yang saya butuhkan. Konon baterainya tahan lama hingga 6 jam lho! Coba saja nonton film dari DVD, bisa 3 film terputar tanpa putus tuh *ehh hehehe 

Terus satu hal yang tak kalah penting bagi saya, saya juga biasa menyertakan foto-foto ke dalam artikel yang saya tulis, maka card reader dan USB port sangat saya perlukan. Ternyata Acer Aspire E1-432 ini juga menyediakan fasilitas itu semua. Jadi buat emak-emak seperti saya, yang kebutuhannya masih sebatas itu, notebook ini sudah sangat menunjang kegiatan tulis-menulis saya. 

notebook milik anak tetangga, generasi Acer yang sebelumnya, masih tebal dan berat

Berhubung saya ini orangnya tipe penasaran, saya datangi tetangga yang seingat saya anaknya punya notebook merek Acer. Memang bukan generasi Acer Aspire E1-432, tapi saya penasaran ingin membandingkan dengan generasi yang sebelumnya. Sepintas notebook anak tetangga saya itu memang lebih tebal. Sudah begitu berat pula ditenteng-tenteng. Jelas kalau ada duit saya lebih memilih yang Acer Aspire E1-432 dong! Habis lebih slim dengan ketebalan sekitar 25.3 mm saja (dimensi 30% lebih tipis dari notebook konvensional lainnya) dan pastinya lebih ringan untuk dibawa kemana-mana. Ringan pula harganya. Tapi ya itu tadi, kalau ada duit lho ya hehehe. Semurah apapun harganya kalau duitnya tak ada, ya tak akan terbeli. Karena tak ada duit itulah, ya ngimpi dulu deh, ngontes dulu hahaha. Siapa tahu hoki terus dapat hadiah notebook yang keren, slim dan yang paling tipis di kelasnya ini *ngarep

Acer generasi yang sebelumnya, layarnya sudah lebar, tapi masih kurang tipis dibanding Acer Aspire E1-432 
     
Kemarin sebelum saya nulis curhatan saya ini, saya sempat update status di facebook tentang kebingungan saya pada notebook yang "keren dan tipis", maklum saya kan tak punya notebook selama ini *hiks hiks. Eh, ternyata ada teman yang komen kalau dia justru terbayang pada salah satu iklan produk pembalut *jiaahh. Tapi entah kenapa dari tadi malam, saya justru ikutan terbayang pada iklan pembalut itu. Dalam iklan itu kurang lebih diceritakan tentang seorang remaja yang tak nyaman beraktifitas lantaran sedang haid. Mau banyak gerak takutnya darahnya tembus. Oleh teman lainnya disarankan untuk berganti pembalut, yang tipis, ada wingnya, dan pastinya merekat kuat pada tempatnya alias tidak mudah bergeser. Jadi kekhawatiran untuk tembus tidak ada lagi sehingga membuat si pemakai merasa nyaman menggunakan pembalut yang meskipun tipis mampu menampung darah haid cukup banyak. Kenyataannya pembalut yang tipis-tipis begitu justru yang laris di pasaran kan? Lebih keren dong daripada pembalut yang tebal. Nah, dari bayangan iklan pembalut inilah, saya coba menggambarkan notebook  Acer Aspire E1-432 ini serupa dengan pembalut yang tipis dan laris di pasaran *koq jadi larinya ke pembalut ya hahaha. Bagaimana tak laris kalau harganya terjangkau, slim atau tipis, keren pula tampilannya, terus semua fiturnya lengkap. Semua orang pasti nyaman menggunakannya senyaman menggunakan pembalut yang tipis itu hahaha *halah. Jadi buat blogger yang mobilitasnya tinggi, Acer Aspire E1-432 ini recomended deh!  


"Tulisan ini diikutsertakan dalam event “30 Hari Blog Challenge, Bikin Notebook 30% Lebih Tipis” yang diselenggarakan oleh Kumpulan Emak Blogger (KEB) dan Acer Indonesia."

Kamis, 24 Oktober 2013

(W1) Bukan Hanya Tipis, Bila Perlu Gratis!

Hai... hai ....

Akhirnya saya ikutan juga kontes ini hehehe.

Terus-terang dari kemarin saya blank begitu muncul tema untuk kontes minggu ini. Bagaimana tidak, selama saya ngeblog ini, hampir-hampir tidak pernah menyentuh yang namanya notebook. Kenapa, karena memang gak punya. Terus kalau laptop? Ada sih di rumah, tapi itu punya suami dan biasa dipakai kerja di kantor. Karena itulah saya juga jarang menyentuhnya karena takutnya rusak, sementara banyak banget data kerjaan suami ada di dalamnya. Bisa berabe kan? Lha, kalau komputer? Ada juga sih, hanya saja saya bisa menggunakannya di saat anak-anak sedang sekolah. Diluar itu sudah "dikuasai" oleh dua krucil-krucil saya itu. Nah, persoalannya di saat anak-anak sekolah saya justru seringn disibukkan dengan berbagai rutinitas pekerjaan ibu rumah tangga pada umumnya. Memasak, mencuci, nyetrika, ngepel, beres-beres rumah dan itu lumayan makan waktu saya. Maklum semua dari A sampai Z saya kerjakan sendiri karena memang saya tak punya asisten rumah tangga. Jadi belum juga saya sempat menggunakan komputer, eh dua krucil saya sudah pulang dari sekolah. Ya sudah, terpaksa saya mengalah. Baru saat mereka tidur atau main diluar rumah, kesempatan untuk nulis-nulis di depan komputer itu ada. Padahal terkadang ketika pekerjaan rumah saya sudah beres dan sedang ada ide untuk menulis, ternyata piranti untuk menulisnya sedang dipakai. Yang namanya blogger itu kan kerjaannya nulis di blog, lha kalau piranti untuk nulisnya saja gak ada, bagaimana mau nulis? Ya nulis aja di buku atau diary dulu kan bisa? Waduh, sejak kenal tulis-menulis di media sosial, saya sudah tak punya lagi yang namanya diary atau buku harian. Semua sudah tergantikan dengan berbagai piranti modern itu. Oleh karena itu saya jadi jarang update blog hehehe *alasan.

Yang ini layarnya lebar, tapi tebal dan berat kalau dibawa 

Akibatnya saya hanya bisa mengeluh pada suami karena sulitnya saya menyalurkan hobby menulis saya lantaran selalu "rebutan" komputer dengan anak. Karena merasa kasihan "hasrat" menulis istrinya tak tersalurkan *halah, suami saya pun meminjamkan tabletnya pada saya. Awalnya saya enjoy aja menulis dengan tablet suami, selain tipis dan enteng, tablet itu tergolong lengkap fitur-fiturnya. Selain itu tablet suami ini boleh saya gunakan kapan pun terutama saat-saat sedang berpergian. Jadi saat sedang makan diluar misalnya, sambil menunggu menu datang saya bisa nulis-nulis di tablet itu. Tak sekedar nulis di blog sih, saya juga bisa berinteraksi dengan teman-teman di dunia lewat jejaring sosial yang saya punya. Jadi saya tetap bisa eksis dimana pun berada dengan gadget itu. Pokoknya praktis karena tak membuat tas tentengan saya penuh karena tipis dan entengnya piranti ini. Tapi belakangan saya sering dibuat senewen gara-gara salah ketik. Ya iyalah salah-salah ketik! Itu tablet ukuran layarnya "hanya" 7 inci, belum lagi "dimakan" keyboardnya, makin terasa sempitlah layarnya. Sudah gitu jari-jari tangan saya ini tergolong ukuran jumbo untuk memencet tombol-tombol di keyboard yang touchscreen itu, makanya jadi salah-salah ketik. Sudah salah-salah ketik terus ukuran huruf jadi kelihatan kecil pula, benar-benar menyiksa mata saya yang sepertinya sudah mulai butuh bantuan kacamata. Baru ngetik sebentar saja sudah lelah mata saya saking seringnya ngedit. Kalau yang dulu satu atau dua jam jadi satu artikel, dengan alat ini bisa sampai dua kali lipat waktu yang saya perlukan untuk menulis satu artikel saja. Benar-benar buang waktu kan. Sebel? Sudah pasti dong!

Yang ini tipis dan enteng, muat di tas saya, tapi mahal dan sering rebutan dengan anak

Akhirnya ngeluh lagi deh ke suami. Kebetulan pas suami pergi ke Jakarta bulan Mei lalu saya "merengek-rengek" minta dibeliin tablet yang layarnya lebih lebar. Untungnya suami saya yang super ganteng, baik hati, dan tidak sombong itu *halah, luluh juga mendengar keluh-kesah istrinya ini. Jadilah saya dibelikan tablet ukuran 10 inci hehehe. Lumayan mahal sih sebenarnya, tapi saking cinta dan sayangnya suami pada istrinya *halah, dibelikan juga deh. Saya pun mulai bisa ngetik dengan nyaman karena gadget ini juga bisa saya bawa kemana-mana. Bentuknya tipis dan tak berat pula. Tapi yang namanya anak-anak, kalau ada barang baru selalu saja ingin tahu. Ujung-ujungnya anak-anak terutama anak bungsu yang masih berumur 4 tahun mulai juga mengganggu keasyikan saya nulis pakai tablet yang berlayar lebar itu. Ia jadi sering main games dengan gadget saya itu. Beuuhh... akhirnya jadi sering rebutan juga dengan anak bungsu saya. Terpaksa deh emaknya ngalah lagi. Mau balik ke komputer, jelas-jelas sekarang sudah dikuasai sepenuhnya oleh anak sulung yang sekarang kelas 2 SMP. Apalagi semenjak ia rajin membawa teman-temannya ke rumah. Entah untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar main games bersama. Dan saya hanya bisa nangis di pojokan karena tak bisa nulis hiks hiks... *mulai deh lebaynya hehehe

Yang ini layarnya lebar, tipis, enteng dibawa, murah pula (sumber gambar http://www.acerid.com)

Ya begitu deh, akhirnya berangan-angan pengin punya gadget yang tipis, enteng, dan pastinya layarnya harus lebar agar mata ini tak cepat lelah. Mau minta belikan koq kepikiran juga harganya pasti mahal. Jaman sekarang gadget yang tipis-tipis begitu kan mahal. Lihat saja televisi LED atau yang slim begitu, mahal sekali kan harganya? Atau smartphone yang modelnya tipis-tipis begitu, mahalnya minta ampun. Kecil barangnya, tapi mahal harganya. Mau beli laptop, wah jelas tak praktis. Sudah barangnya gede, berat pula! Mana muat di dalam tas saya yang tak terlalu besar itu? Jadi ya masih sebatas angan saja punya gadget yang tipis, ringan dan hemat di kantong. Eh, tapi baru kemarin saya tahu ternyata ada lho gadget seperti yang saya idam-idamkan itu. Saya sih tahunya dari Emak-Emak Blogger yang kebetulan ngadain lomba ngeblog ini. Dan hadiahnya kebetulan juga gadget yang saya idam-idamkan itu. Bentuknya notebook, mereknya Acer. Siapa yang tak tergiur coba? Karena itulah saya pun nekad ikutan lomba ini, siapa tahu saya lagi hoki. Bukan hanya notebook tipis yang saya dapatkan, bila perlu gratis hehehe. Siapa tahu kan? Insya Allah...aamiin. 

 

"Tulisan ini diikutsertakan dalam event “30 Hari Blog Challenge, Bikin Notebook 30% Lebih Tipis” yang diselenggarakan oleh Kumpulan Emak Blogger (KEB) dan Acer Indonesia."

Senin, 21 Oktober 2013

Darryl, Calon Pemimpin Masa Depan


Darryl, calon pemimpin masa depan :)


"Mama lihat, Darryl dapat bintang!" ujar Darryl seraya menunjukkan punggung kedua tangannya yang telah bergambar bintang, suatu siang sesaat setelah saya jemput ia dari sekolahnya. Di kesempatan lain Darryl juga berucap "Mama, bu Kikin tadi bilang gini 'Subhanallah Darryl hebat!'", sembari memamerkan kertas gambarnya yang penuh dengan coretan crayon warna-warni. Sebenarnya kertas mewarnainya cenderung acak-adul, tapi demi melihat wajah cerianya, saya pun tersenyum sambil mengacungkan jempol sembari mengucap "Darryl memang hebat ya!"  

Darryl dapat "bintang" dari gurunya :)
Begitulah Darryl, hampir setiap hari selalu ada saja yang ia ceritakan pada saya sepulang sekolah. Darryl saya memang pandai bercerita. Segala sesuatu "hal baru" yang diajarkan atau ditemuinya di sekolah selalu ia ceritakan pada saya sepulang sekolah. Ada saja cerita baru dari sekolah yang dibawanya ke rumah. Entah itu tentang pelajarannya hari itu, tentang guru-guru yang mengajarnya hari itu, tentang teman-temannya yang lucu bahkan tentang ruang kelasnya yang panas karena AC-nya mati. Saya pun dengan senang hati selalu menjadi pendengar setianya setiap hari.

Lain waktu saya juga akan melontarkan pujian "Nah, begitu dong, baru namanya anak jempol!", manakala ia berhasil membereskan mainan yang berserakan di lantai. Meskipun mainannya hanya sekedar ditumpuknya begitu saja di pojokan ruangan, tapi itu sudah menunjukkan bahwa ia memiliki rasa tanggung jawab, minimal menghargai akan suatu barang. Saya pun juga tak segan mengucap "Wah, Darryl sekarang sudah pintar ya?" dan ia akan menjawab "Iya dong!" dengan bangganya, saat ia berhasil memakai kaos kaki dan sepatu sekolahnya sendiri. Memang hanya ucapan atau pujian sederhana, tapi buat Darryl mungkin sangat istimewa. Terbukti hanya dengan pujian sederhana seperti itu, ia menjadi rajin dan bersemangat, baik di sekolah maupun di rumah.  


Darryl memamerkan coretan crayonnya
Darryl adalah anak bungsu saya. Bulan Juni lalu usianya genap 4 tahun. Saat ini Darryl duduk di bangku Taman Kanak-Kanak kelas A. Selain senang bercerita, Darryl termasuk anak yang supel, ramah, ceria dan murah senyum. Ia pandai bergaul dan mudah menyesuaikan diri, meskipun dengan lingkungan yang baru. Ia jauh lebih mandiri dibandingkan kakaknya di usia yang sama dengannya kala itu. Saya masih ingat betul di hari pertama sekolah dulu, Darryl bahkan tak perlu saya tunggui sekolahnya. Sementara ada beberapa temannya yang masih perlu di dampingi orang tuanya, bahkan hingga masuk ke dalam kelas, persis seperti yang saya alami saat Danny, anak sulung saya masuk sekolah Taman Kanak-Kanak dulu. Sebaliknya Darryl, ia mau saja saya tinggal di sekolah karena saya harus mengantar Danny, yang sekarang sudah duduk di bangku SMP kelas 2, lantaran mobil jemputan sekolahnya tak datang.

Darryl saat bertanya pada wali kelasnya, foto ini sengaja saya candid lho :)

Selain beberapa hal yang saya sebutkan di atas, Darryl ini terkenal sebagai anak pemberani. Badannya memang tak terlalu besar, tapi juga tak terbilang kecil, namun demikian nyalinya cukup besar. Ia sangat lincah dan cenderung tak bisa diam. Kata gurunya Darryl ini juga lumayan kritis dalam berucap. Tak heran jika ia pernah protes tentang AC di kelasnya yang terpaksa dimatikan lantaran kelebihan beban listrik. Di kelas ia termasuk murid yang mudah menghafal. Dalam waktu tak lebih dari seminggu, ia sudah mampu menghafal beberapa hadist dan juga nama-nama bulan, baik bulan masehi maupun bulan hijriah. Karena itulah ia jadi sering ditunjuk gurunya untuk membimbing teman-temannya yang belum hafal. Darryl memang saya sekolahkan di sekolah Islam, sesuai dengan agama kami.

Darryl saat latihan Manasik Haji

Meskipun masih balita, Darryl juga antusias jika diajak sholat ke masjid. Kebetulan rumah kami memang tak jauh dari masjid. Bekal agama saya rasa penting ditanamkan sejak usia dini, seperti usia Darryl saat ini. Karena dari sanalah pondasi iman dan akhlaqnya dimulai. Salah satu caranya adalah membiasakan diri untuk sholat berjamaah di masjid. Dari sana pula ia belajar tentang arti pentingnya disiplin. Bahwa disiplin itu penting, tak hanya di sekolah dan di rumah, tapi juga saat beribadah. Ketika tiba waktunya sholat, ia harus menghentikan acara mainnya, jika memang sedang bermain bersama teman sebayanya. Ketika hari sudah malam, waktunya untuk tidur, ia juga harus tidur agar esok hari bisa bangun pagi dengan bugar. Begitu selalu saya tanamkan nilai-nilai kedisiplinan pada diri Darryl. Memang semua tidak mudah, tapi dengan kesabaran semua akan terasa mudah. Namanya juga anak-anak, ada kalanya ia membangkang. Misalnya saja waktunya mandi sore, ia masih saja asyik bermain, biasanya saya akan menegur dengan cara mengatakan "Yang tidak segera mandi, pasti bukan anak yang hebat." Cukup dengan teguran semacam itu, sudah mampu membuat ia beranjak ke kamar mandi. Cara-cara menegur semacam ini justru saya pelajari dari gurunya, bahwa anak seusia Darryl ini memang senang dipuji, meskipun untuk hal-hal yang sepele.

Darryl yang selalu ceria

Bagi saya, Darryl ini memang "istimewa". Rentang umur yang lumayan jauh dengan Danny kakaknya yang berjarak 9 tahun, membuat saya serasa belajar lagi caranya mengasuh, mendidik dan merawat anak. Semuanya serasa dimulai dari nol kembali lantaran banyak hal-hal baru yang saya jumpai pada diri Darryl, tetapi tak saya jumpai pada kakaknya dulu.

Kemampuan yang dimiliki Darryl saat ini tentu tak lepas dari berbagai hal. Sejak kecil Darryl memang cenderung saya "biarkan" mengenal segala hal. Saya biasa melepaskan Darryl begitu saja di arena bermain yang ada di komplek tempat tinggal saya. Bermain ayunan, bermain prosotan, bermain pasir di pantai sekali pun. Biarlah ia berkotor-kotor, tanpa saya perlu larang-larang, sepanjang itu tak membahayakan dirinya. Saya biarkan ia melepaskan rasa ingin tahunya terhadap segala hal. Saya juga biasa mengajak Darryl ke berbagai acara yang melibatkan banyak orang. Saya biarkan ia bergaul dengan semua kalangan. Dari sanalah rasa percaya diri Darryl mulai terbentuk. Ia tak pernah takut pada orang lain, sekali pun itu baru pertama kali dijumpainya.

Sejak kecil sudah terbiasa dengan yang "kotor-kotor"

Hal ini berbeda jauh dengan kakaknya Danny. Sejak kecil Danny cenderung saya "jaga" ekstra ketat mengingat ia anak pertama saya, yang setelah lahir pun masih perlu perawatan dari rumah sakit (di awal kelahirannya Danny rutin disuntik antibiotik karena sempat sakit kuning). Karena riwayat kesehatannya itulah saya jadi cenderung "menjaga" Danny. Ia tak boleh main sembarangan terutama yang kotor-kotor. Saya selalu merasa was-was jika itu berakibat buruk pada kesehatannya. Padahal kenyataannya hal itu justru membuat Danny menjadi anak yang "kuper". Ia sering merasa minder jika bertemu dengan orang lain. Ia juga selalu merasa jijik jika memegang sesuatu yang dirasanya kotor, padahal itu tak membahayakan dirinya.

Belajar dari pengalaman itulah, saya tak ingin Darryl seperti kakaknya. Akhirnya saya biarkan Darryl "bebas" mengenal dunia luar. Saya biarkan ia bermain kotor-kotor. Saya biarkan ia bermain dengan teman-teman sebayanya. Saya berpikir, setiap anak pasti tak selalu sama sifatnya. Padahal sebenarnya di masa bayi pun Darryl juga mempunyai riwayat kesehatan yang kurang lebih sama dengan kakaknya. Ia pernah juga dirawat beberapa hari lantaran sempat "meminum" air ketuban sejak dalam kandungan dan parahnya lagi air ketuban itu telah bercampur dengan BAB-nya sendiri. Jadi pada dasarnya sejak bayi Darryl mempunyai riwayat kesehatan yang hampir sama dengan kakaknya, tapi karena saya yakin setiap anak punya "keunikan" tersendiri, punya kekebalan tubuh yang berbeda, makanya saya tak ingin memperlakukan Darryl sama seperti kakaknya. Itulah kenapa saya bilang, saya belajar banyak dalam merawat dan mendidik Darryl karena jelas-jelas penanganan terhadapnya berbeda jauh dibandingkan saat saya menangani kakaknya.

Selalu ingin jadi anak yang jempolan :)

Meskipun berbeda penanganan, saya tak membedakan dalam hal kasih-sayang. Kedua kakak beradik ini saya perlakukan sama dan adil. Untuk asupan gizi dan nutrisinya pun tak jauh berbeda. Sejak lepas ASI, Darryl rutin mengkonsumsi susu formula untuk tumbuh kembangnya. Begitu pun dengan kakaknya dulu. Asupan makanannya pun sebisa mungkin saya olah sendiri, bahkan masing-masing anak saya memiliki makanan favorit hasil olahan ibunya. Apalagi saya memang tidak mempunyai kesibukan di luar rumah, selain mengurus rumah-tangga. Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk bermalas-malasan menyediakan semua kebutuhan makanan buat anak-anak saya. Dengan asupan gizi dan nutrisi yang baik dan mencukupi, saya yakin kesehatan mereka pun terjamin. Terbukti anak-anak saya jarang sakit. Jika anak sehat tentu akan berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan mereka. Saya ingin anak saya sehat lahir maupun batin. Itulah kenapa saya bekali mereka dengan pengetahuan, baik pengetahuan formal maupun informal. Saya tak hanya menanamkan nilai moral, tapi juga mengajarkan tentang budi pekerti. Di rumah Darryl haruslah hormati dan patuh pada orang tua dan kakaknya. Sementara di sekolah, ia juga harus menghormati guru-guru dan menghargai teman-temannya. Bekal ini penting karena kelak Darryl akan menjadi pemimpin, entah pemimpin bagi diri sendiri, keluarga atau pun masyarakat pada umumnya.

Badannya memang tak besar, tapi nyalinya cukup besar lho!


Sejauh ini saya sangat bangga melihat perkembangan Darryl sekarang. Ia sudah menunjukkan banyak sifat dan karakter yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang baik tentunya harus memiliki sifat-sifat, di antaranya :
  1. Pemimpin yang baik harus berani bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuatnya.
  2. Seorang pemimpin haruslah kritis terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.
  3. Pemimpin yang baik haruslah berakhlaq mulia dan takut akan Tuhan.
  4. Seorang pemimpin juga harus cakap memanage waktu.
  5. Pemimpin yang baik harus bisa menghargai orang lain.


Darryl, calon pemimpin masa depan :)


Dengan kemampuan yang saya miliki, saya berusaha agar Darryl memiliki sifat dan karakter-karakter tersebut.  Saya akan terus memotivasi dirinya agar bisa mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Dan seandainya kelak ia benar-benar menjadi pemimpin, saya ingin ia menjadi pemimpin yang bertanggung jawab karena apa yang diperbuatnya kelak akan dipertanggung-jawabkan sepenuhnya di hadapan Tuhan. Saya ingin ia menjadi pemimpin yang bisa dibanggakan di masa depan.




        


Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba "Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil"#LombaBlogNUB