Rabu, 07 September 2011

Cinta Kasih dalam Sebungkus Nasi Padang

Senin pagi 14 Februari. Seperti biasanya setelah suami dan anak sulungku pergi ke tugasnya masing-masing, aku nyalakan komputerku. Pertama-tama kubuka facebook-ku. Beberapa hari ini aku memang agak menomorduakan “negara mayaku” yang satu itu, terutama setelah mengenal kompasiana ini.

Setelah membaca status beberapa teman di facebook, perhatianku lebih tertuju pada status teman SMA-ku. Heni namanya (jangan GR lho Hen, namamu kusebut disini hehehe). “Berkasih sayang tidaklah harus menunggu hari ini, 14 Februari, yang datangnya hanya setahun sekali. Demikian juga bermaaf-maafan tidaklah harus menunggu datangnya hari lebaran. Setiap waktu, setiap ingat, dan setiap ada kesempatan mari kita lakukan”, begitu kira-kira Heni menuliskan statusnya. Dalam sekali maknanya menurutku, dan tanpa pikir panjang aku langsung memberikan komen “like this” di statusnya itu. Tetapi diujung statusnya Heni memberi catatan “siap menerima kiriman coklat setiap saat”. Halaah…ujung-ujungnya koq ya coklat. Kenapa mesti coklat sih? Emang gak bisa diganti uang ya hehehe (mauku sih!).


Selain Heni, status David adikku juga menarik perhatianku. “Saya tidak merayakan valentine, tapi saya juga tidak anti valentine. So..kalo ada yang mau ngasih saya coklat, gak akan saya tolak. Syukur-syukur coklatnya banyak jadi bisa saya jual atau saya bagi-bagi ke teman-teman yang lain hihihi…”, begitu adikku menuliskan status facebook-nya hari ini. Walah…sama dengan Heni ternyata, ujung-ujungnya coklat juga. Lha mbok kue kenapa, brownis misalnya, kan ada unsur coklatnya juga. Terus terang pada saat aku nulis ini, perutku memang belum terisi. Jadi pikiranku hanya tertuju pada bagaimana caranya menyumpal perutku. Sebenarnya aku sudah masak nasi, sudah ada lauk-pauknya pula. Hanya sayangnya setelah satu jam menunggu, ternyata nasiku belum matang juga. Rupa-rupanya aku tadi lupa memencet tombol “cook” di magic jar-ku. Ya sudah, ditemani rasa dongkol yang amat sangat, maka sembari nunggu nasi masak iseng-iseng buat tulisan ini. 

Kembali ke persoalan valentine tadi, kenapa mesti harus coklat. Coklat menurutku adalah hal yang umum, bahkan tidak ada spesialnya sama sekali di keluargaku. Maklumlah keluargaku adalah penggemar makanan berunsur coklat, entah itu permen, camilan, kue atau roti. Maka dari itu, setiap kali belanja aneka makanan berbahan coklat mesti harus dibeli juga. Kalau tidak pasti ada saja yang ngomel, koq nggak beli beng-beng sih? Koq gak beli silverqueen, tango, gery atau apalah pokoknya yang berunsur coklat. Nah karena hampir setiap hari makan-makanan yang serba coklat, makanya kubilang tidak ada yang spesial pada coklat.

Sementara di hari valentine begini, coklat menjadi barang favorit yang diburu. Sebenarnya ada lagi sih yaitu bunga, tapi aku lagi malas ngomongin bunga. Bunga tidak membuatku kenyang. Kalo coklat kan makanan, ya siapa tahu bisa membantu mengurangi rasa laparku hehehe…. Wah ternyata nasiku belum matang juga, ya sudah lanjutkan lagi ngomongin coklatnya.

Senada dengan statusnya Heni tadi, kalau coklat disimbolkan dengan tanda kasih sayang. Maka di keluargaku setiap hari bertebaran kasih sayang itu. Lha seiap hari pada mengkonsumsi coklat koq hehehe. Terus terang aku belum pernah merayakan valentine. Dulu jaman SMA sih memang pernah ada teman yang mengirimkan bingkisan valentine, tapi karena bukan dari teman yang kuanggap spesial (dalam hal ini pacar), ya kuanggap aja sebagai pemberian biasa meskipun diberikan pada saat hari yang dianggap bukan hari biasa.

Sejenak pikiranku melayang ke temanku yang dulu memberiku bingkisan valentine. Kira-kira sedang apa ya dia sekarang? Seperti apa ya wajahnya sekarang? Lama aku tidak mendengar kabar berita tentang dirinya. Tapi yang pasti sih dia sudah tua, seumuran denganku hehehe…. Tiba-tiba ada sms masuk dan membuyarkan lamunanku. “ntar tak bawain nasi padang”, begitu bunyi sms itu. Hahaha…pucuk di cinta, ulam tiba. Pengin tahu siapa yang ngirim sms itu? Ternyata suamiku. Suamiku memang soulmate koq denganku, tahu juga rupanya kalau aku lagi kelaparan. Padahal aku tidak telpon dia lho, sms apalagi! Nah ini juga bukti, betapa kasih sayang senangtiasa ada di keluargaku setiap hari. Walaupun cuma hal sepele karena hanya “sebungkus nasi padang”, cukup membuatku betapa sangat berartinya pemberian itu. Tidak harus dengan coklat ataupun bunga. Tidak perlu dengan “katakan dengan coklat” atau “katakan dengan bunga”, tapi bisa juga koq “katakan dengan nasi padang” hehehe…

Suamiku oh suamiku….I love you full…. (halaaah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar