Senin, 21 Oktober 2013

Darryl, Calon Pemimpin Masa Depan


Darryl, calon pemimpin masa depan :)


"Mama lihat, Darryl dapat bintang!" ujar Darryl seraya menunjukkan punggung kedua tangannya yang telah bergambar bintang, suatu siang sesaat setelah saya jemput ia dari sekolahnya. Di kesempatan lain Darryl juga berucap "Mama, bu Kikin tadi bilang gini 'Subhanallah Darryl hebat!'", sembari memamerkan kertas gambarnya yang penuh dengan coretan crayon warna-warni. Sebenarnya kertas mewarnainya cenderung acak-adul, tapi demi melihat wajah cerianya, saya pun tersenyum sambil mengacungkan jempol sembari mengucap "Darryl memang hebat ya!"  

Darryl dapat "bintang" dari gurunya :)
Begitulah Darryl, hampir setiap hari selalu ada saja yang ia ceritakan pada saya sepulang sekolah. Darryl saya memang pandai bercerita. Segala sesuatu "hal baru" yang diajarkan atau ditemuinya di sekolah selalu ia ceritakan pada saya sepulang sekolah. Ada saja cerita baru dari sekolah yang dibawanya ke rumah. Entah itu tentang pelajarannya hari itu, tentang guru-guru yang mengajarnya hari itu, tentang teman-temannya yang lucu bahkan tentang ruang kelasnya yang panas karena AC-nya mati. Saya pun dengan senang hati selalu menjadi pendengar setianya setiap hari.

Lain waktu saya juga akan melontarkan pujian "Nah, begitu dong, baru namanya anak jempol!", manakala ia berhasil membereskan mainan yang berserakan di lantai. Meskipun mainannya hanya sekedar ditumpuknya begitu saja di pojokan ruangan, tapi itu sudah menunjukkan bahwa ia memiliki rasa tanggung jawab, minimal menghargai akan suatu barang. Saya pun juga tak segan mengucap "Wah, Darryl sekarang sudah pintar ya?" dan ia akan menjawab "Iya dong!" dengan bangganya, saat ia berhasil memakai kaos kaki dan sepatu sekolahnya sendiri. Memang hanya ucapan atau pujian sederhana, tapi buat Darryl mungkin sangat istimewa. Terbukti hanya dengan pujian sederhana seperti itu, ia menjadi rajin dan bersemangat, baik di sekolah maupun di rumah.  


Darryl memamerkan coretan crayonnya
Darryl adalah anak bungsu saya. Bulan Juni lalu usianya genap 4 tahun. Saat ini Darryl duduk di bangku Taman Kanak-Kanak kelas A. Selain senang bercerita, Darryl termasuk anak yang supel, ramah, ceria dan murah senyum. Ia pandai bergaul dan mudah menyesuaikan diri, meskipun dengan lingkungan yang baru. Ia jauh lebih mandiri dibandingkan kakaknya di usia yang sama dengannya kala itu. Saya masih ingat betul di hari pertama sekolah dulu, Darryl bahkan tak perlu saya tunggui sekolahnya. Sementara ada beberapa temannya yang masih perlu di dampingi orang tuanya, bahkan hingga masuk ke dalam kelas, persis seperti yang saya alami saat Danny, anak sulung saya masuk sekolah Taman Kanak-Kanak dulu. Sebaliknya Darryl, ia mau saja saya tinggal di sekolah karena saya harus mengantar Danny, yang sekarang sudah duduk di bangku SMP kelas 2, lantaran mobil jemputan sekolahnya tak datang.

Darryl saat bertanya pada wali kelasnya, foto ini sengaja saya candid lho :)

Selain beberapa hal yang saya sebutkan di atas, Darryl ini terkenal sebagai anak pemberani. Badannya memang tak terlalu besar, tapi juga tak terbilang kecil, namun demikian nyalinya cukup besar. Ia sangat lincah dan cenderung tak bisa diam. Kata gurunya Darryl ini juga lumayan kritis dalam berucap. Tak heran jika ia pernah protes tentang AC di kelasnya yang terpaksa dimatikan lantaran kelebihan beban listrik. Di kelas ia termasuk murid yang mudah menghafal. Dalam waktu tak lebih dari seminggu, ia sudah mampu menghafal beberapa hadist dan juga nama-nama bulan, baik bulan masehi maupun bulan hijriah. Karena itulah ia jadi sering ditunjuk gurunya untuk membimbing teman-temannya yang belum hafal. Darryl memang saya sekolahkan di sekolah Islam, sesuai dengan agama kami.

Darryl saat latihan Manasik Haji

Meskipun masih balita, Darryl juga antusias jika diajak sholat ke masjid. Kebetulan rumah kami memang tak jauh dari masjid. Bekal agama saya rasa penting ditanamkan sejak usia dini, seperti usia Darryl saat ini. Karena dari sanalah pondasi iman dan akhlaqnya dimulai. Salah satu caranya adalah membiasakan diri untuk sholat berjamaah di masjid. Dari sana pula ia belajar tentang arti pentingnya disiplin. Bahwa disiplin itu penting, tak hanya di sekolah dan di rumah, tapi juga saat beribadah. Ketika tiba waktunya sholat, ia harus menghentikan acara mainnya, jika memang sedang bermain bersama teman sebayanya. Ketika hari sudah malam, waktunya untuk tidur, ia juga harus tidur agar esok hari bisa bangun pagi dengan bugar. Begitu selalu saya tanamkan nilai-nilai kedisiplinan pada diri Darryl. Memang semua tidak mudah, tapi dengan kesabaran semua akan terasa mudah. Namanya juga anak-anak, ada kalanya ia membangkang. Misalnya saja waktunya mandi sore, ia masih saja asyik bermain, biasanya saya akan menegur dengan cara mengatakan "Yang tidak segera mandi, pasti bukan anak yang hebat." Cukup dengan teguran semacam itu, sudah mampu membuat ia beranjak ke kamar mandi. Cara-cara menegur semacam ini justru saya pelajari dari gurunya, bahwa anak seusia Darryl ini memang senang dipuji, meskipun untuk hal-hal yang sepele.

Darryl yang selalu ceria

Bagi saya, Darryl ini memang "istimewa". Rentang umur yang lumayan jauh dengan Danny kakaknya yang berjarak 9 tahun, membuat saya serasa belajar lagi caranya mengasuh, mendidik dan merawat anak. Semuanya serasa dimulai dari nol kembali lantaran banyak hal-hal baru yang saya jumpai pada diri Darryl, tetapi tak saya jumpai pada kakaknya dulu.

Kemampuan yang dimiliki Darryl saat ini tentu tak lepas dari berbagai hal. Sejak kecil Darryl memang cenderung saya "biarkan" mengenal segala hal. Saya biasa melepaskan Darryl begitu saja di arena bermain yang ada di komplek tempat tinggal saya. Bermain ayunan, bermain prosotan, bermain pasir di pantai sekali pun. Biarlah ia berkotor-kotor, tanpa saya perlu larang-larang, sepanjang itu tak membahayakan dirinya. Saya biarkan ia melepaskan rasa ingin tahunya terhadap segala hal. Saya juga biasa mengajak Darryl ke berbagai acara yang melibatkan banyak orang. Saya biarkan ia bergaul dengan semua kalangan. Dari sanalah rasa percaya diri Darryl mulai terbentuk. Ia tak pernah takut pada orang lain, sekali pun itu baru pertama kali dijumpainya.

Sejak kecil sudah terbiasa dengan yang "kotor-kotor"

Hal ini berbeda jauh dengan kakaknya Danny. Sejak kecil Danny cenderung saya "jaga" ekstra ketat mengingat ia anak pertama saya, yang setelah lahir pun masih perlu perawatan dari rumah sakit (di awal kelahirannya Danny rutin disuntik antibiotik karena sempat sakit kuning). Karena riwayat kesehatannya itulah saya jadi cenderung "menjaga" Danny. Ia tak boleh main sembarangan terutama yang kotor-kotor. Saya selalu merasa was-was jika itu berakibat buruk pada kesehatannya. Padahal kenyataannya hal itu justru membuat Danny menjadi anak yang "kuper". Ia sering merasa minder jika bertemu dengan orang lain. Ia juga selalu merasa jijik jika memegang sesuatu yang dirasanya kotor, padahal itu tak membahayakan dirinya.

Belajar dari pengalaman itulah, saya tak ingin Darryl seperti kakaknya. Akhirnya saya biarkan Darryl "bebas" mengenal dunia luar. Saya biarkan ia bermain kotor-kotor. Saya biarkan ia bermain dengan teman-teman sebayanya. Saya berpikir, setiap anak pasti tak selalu sama sifatnya. Padahal sebenarnya di masa bayi pun Darryl juga mempunyai riwayat kesehatan yang kurang lebih sama dengan kakaknya. Ia pernah juga dirawat beberapa hari lantaran sempat "meminum" air ketuban sejak dalam kandungan dan parahnya lagi air ketuban itu telah bercampur dengan BAB-nya sendiri. Jadi pada dasarnya sejak bayi Darryl mempunyai riwayat kesehatan yang hampir sama dengan kakaknya, tapi karena saya yakin setiap anak punya "keunikan" tersendiri, punya kekebalan tubuh yang berbeda, makanya saya tak ingin memperlakukan Darryl sama seperti kakaknya. Itulah kenapa saya bilang, saya belajar banyak dalam merawat dan mendidik Darryl karena jelas-jelas penanganan terhadapnya berbeda jauh dibandingkan saat saya menangani kakaknya.

Selalu ingin jadi anak yang jempolan :)

Meskipun berbeda penanganan, saya tak membedakan dalam hal kasih-sayang. Kedua kakak beradik ini saya perlakukan sama dan adil. Untuk asupan gizi dan nutrisinya pun tak jauh berbeda. Sejak lepas ASI, Darryl rutin mengkonsumsi susu formula untuk tumbuh kembangnya. Begitu pun dengan kakaknya dulu. Asupan makanannya pun sebisa mungkin saya olah sendiri, bahkan masing-masing anak saya memiliki makanan favorit hasil olahan ibunya. Apalagi saya memang tidak mempunyai kesibukan di luar rumah, selain mengurus rumah-tangga. Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk bermalas-malasan menyediakan semua kebutuhan makanan buat anak-anak saya. Dengan asupan gizi dan nutrisi yang baik dan mencukupi, saya yakin kesehatan mereka pun terjamin. Terbukti anak-anak saya jarang sakit. Jika anak sehat tentu akan berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan mereka. Saya ingin anak saya sehat lahir maupun batin. Itulah kenapa saya bekali mereka dengan pengetahuan, baik pengetahuan formal maupun informal. Saya tak hanya menanamkan nilai moral, tapi juga mengajarkan tentang budi pekerti. Di rumah Darryl haruslah hormati dan patuh pada orang tua dan kakaknya. Sementara di sekolah, ia juga harus menghormati guru-guru dan menghargai teman-temannya. Bekal ini penting karena kelak Darryl akan menjadi pemimpin, entah pemimpin bagi diri sendiri, keluarga atau pun masyarakat pada umumnya.

Badannya memang tak besar, tapi nyalinya cukup besar lho!


Sejauh ini saya sangat bangga melihat perkembangan Darryl sekarang. Ia sudah menunjukkan banyak sifat dan karakter yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang baik tentunya harus memiliki sifat-sifat, di antaranya :
  1. Pemimpin yang baik harus berani bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuatnya.
  2. Seorang pemimpin haruslah kritis terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.
  3. Pemimpin yang baik haruslah berakhlaq mulia dan takut akan Tuhan.
  4. Seorang pemimpin juga harus cakap memanage waktu.
  5. Pemimpin yang baik harus bisa menghargai orang lain.


Darryl, calon pemimpin masa depan :)


Dengan kemampuan yang saya miliki, saya berusaha agar Darryl memiliki sifat dan karakter-karakter tersebut.  Saya akan terus memotivasi dirinya agar bisa mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Dan seandainya kelak ia benar-benar menjadi pemimpin, saya ingin ia menjadi pemimpin yang bertanggung jawab karena apa yang diperbuatnya kelak akan dipertanggung-jawabkan sepenuhnya di hadapan Tuhan. Saya ingin ia menjadi pemimpin yang bisa dibanggakan di masa depan.




        


Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba "Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil"#LombaBlogNUB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar