Sabtu, 21 Desember 2013

Sosok dibalik Group of The Deaf People


Anda ibu rumah tangga? Rajin berbelanja kebutuhan rumah tangga? Kalau iya, sama dong dengan saya. Tapi pernahkan anda berpikir, hendak diapakan sampah-sampah rumah tangga kita? Kalau sampah sisa-sisa masakan mungkin gampang, bisa kita buang begitu saja karena mudah hancur atau busuk, jadi bisa dimanfaatkan jadi kompos. Tapi bagaimana dengan sampah yang susah hancur, misalnya bungkus plastik minyak goreng, bungkus deterjen, bungkus sabun, bungkus pewangi pakaian, bungkus kopi bubuk dan bungkus-bungkus plastik barang kebutuhan rumah tangga lainnya? Ditangan orang-orang kreatif sampah limbah rumah tangga seperti itu justru bisa dimanfaatkan sedemikian rupa lho! Contohnya adalah apa yang dilakukan oleh Bu Sunarni. 

 Bu Sunarni adalah perempuan kelahiran Jakarta, 35 tahun silam. Beliau telah bergulat dengan sampah-sampah rumah tangga sejak belasan tahun silam. Untuk selanjutnya sampah-sampah plastik rumah tangga itu diolahnya menjadi barang-barang yang bernilai ekonomis. Di tangan perempuan kelahiran 5 Juni 1978 ini, sampah-sampah bekas bungkus kopi, plastik bekas bungkus detergen, plastik bekas bungkus sabun, dan lain sebagainya disulap menjadi aneka tas dan souvenir hingga mampu bernilai jual tinggi. Tak hanya sampah rumah tangga, Bu Sunarni juga memanfaatkan sampah industri seperti bekas banner, spanduk, baliho, dan lain-lain untuk bahan baku dalam memproduksi tas.

Ide pembuatan usaha tas dari limbah rumah tangga ini justru datang dari Bu Kasmi (almarhumah), ibunda Bu Sunarni. Ketika Bu Kasmi melahirkan seorang anak, adik dari Bu Sunarni, yang kebetulan menyandang cacat tuna rungu, terlintas pikiran tentang bagaimana kelanjutan masa depan anaknya yang cacat tersebut. Bu Kasmi tak ingin anaknya yang cacat tersebut selalu tergantung hidupnya pada orang lain. Beliau ingin anaknya menjadi manusia mandiri, gaul dan tidak minder pada orang lain, meskipun fisiknya cacat. Akhirnya dimulailah usaha kecil-kecilan di rumahnya guna melatih kemandirian anaknya tersebut. Karena keterbatasan modal, maka modal yang digunakan masih seadanya. Bu Sunarni dan ibunya mulai mengumpulkan sampah rumah tangga. Mereka juga membeli sampah rumah tangga dari para pemulung di sekitarnya. Setelah dibersihkan, dengan kreatifitasnya, barulah sampah rumah tangga itu diolah menjadi tas kosmetik, tas fashion, tempat ipad dan aneka souvenir lainnya.

Bu Sunarni, lihatlah gambar di sampingnya, itulah hasil limbah sampah yang telah diolahnya menjadi tas 

Untuk mengenalkan produknya, Bu Sunarni rajin mengikuti pameran-pameran industri di kotanya. Seiring berjalannya waktu, usaha industri rumahan Bu Sunarni makin berkembang hingga terpikirlah untuk membuat kelompok usaha kecil di rumahnya. Usaha kecil itu diberinya nama Group of The Deaf People. Nama ini sengaja dipilih karena saat itu yang dididik adalah kaum tuna rungu, termasuk adik Bu Sunarni sendiri. Mereka dididik agar tidak merasa malu atau minder dalam pergaulan dengan lingkungan masyarakat luas. Kemudian hasil usaha dari para penyandang tuna rungu didikan Bu Sunarni itu diberi brand “The Happy Trash Bag”, terhitung sejak tahun 1995 yang lalu.

Ternyata sambutan masyarakat  di sekitar tempat tinggal Bu Sunarni di daerah Bojong Sari, Depok sangat positif. Produksi tas limbahnya pun mulai laris di pasaran. Apalagi sejak didukung oleh berbagai pihak terkait seperti Departemen Sosial, Departemen Pemberdayaan Wanita dan juga Dinas Kebersihan setempat, semakin membuat usaha Bu Sunarni berkembang. Berbagai departemen tersebut tidak saja membantu memasarkan produk tasnya, tetapi sekaligus sebagai pemasok bahan baku untuk produksinya dengan cara mengumpulkan sampah-sampah rumah tangga ke kantor mereka untuk selanjutnya diserahkan ke tempat usaha Bu Sunarni, setiap 2 minggu sekali.  

Demi memenuhi permintaan pasar sekaligus untuk memenuhi kebutuhan bahan baku usahanya, Bu Sunarni mulai melirik sampah-sampah plastik dari perhotelan. Akhirnya hotel-hotel di sekitar lingkungan tempat tinggalnya menjadi penyuplai bahan baku  dengan sistem konsinyasi. Dengan sistem ini secara otomatis produk tas limbah Bu Sunarni dipasarkan juga oleh hotel-hotel yang menjadi rekanan kerja usaha tas Bu Sunarni.

Seiring kemajuan usahanya,  Bu Sunarni pun mulai merekrut beberapa ibu rumah tangga di sekitarnya yang selama ini terlihat memiliki waktu luang. Sama halnya para penyandang tuna rungu, para ibu rumah tangga tersebut mulai diberi pelatihan membuat tas limbah. Dengan cara itu otomatis Bu Sunarni telah memberdayakan para perempuan di sekitarnya sekaligus memberi tambahan penghasilan bagi mereka. 

Nama Bu Sunarni pun mulai berkibar setelah beberapa media meliputnya.  Akibatnya pangsa pasar produksi tas limbah Bu Sunarni juga semakin meluas. Produknya sekarang tak hanya dijual di pameran-pameran dan di mini market hotel-hotel yang menjadi rekan kerja Sunarni, melainkan mulai masuk ke ranch market di Kelapa Gading dan Kemchicks Kemang, Jakarta. Tak hanya itu, usaha Bu Sunarni pun akhirnya mulai merambah ke pasar luar negeri. Bu Sunarni mulai berani mengekspor produksi tasnya ke Dubai, Australia, Inggris, dan Singapore. Sampai saat ini negara Singapore menjadi negara yang rutin mendapat kiriman produksi tas limbah Bu Sunarni. Untuk pangsa dalam negeri sendiri, Bu Sunarni rutin mengirim produknya ke Bali sampai sekarang.  Selain itu, Bu Sunarni juga makin sering dipanggil ke berbagai tempat utuk memberikan pelatihan membuat tas limbah. Dengan dukungan penuh dari salah satu foundation, Bu Sunarni mulai memberi pelatihan kepada ibu-ibu yang kurang mampu, yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Beberapa kota di Kalimantan, Irian, Surabaya, dan Yogyakarta setidaknya pernah dikunjungi Bu Sunarni guna memberi pelatihan pengolahan limbah daur ulang sampah rumah tangga ini. 
  
Usaha yang semula hanya bermodal seadanya ini ternyata sekarang mampu menghasilkan omzet yang lumayan besar. Dalam sebulan rata-rata usaha Bu Sunarni ini mampu menghasilkan pendapatan kotor hingga Rp 20 juta. Sedangkan pendapatan bersihnya sebulan berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Sementara para tenaga kerjanya, yang terdiri dari para penyandang tuna rungu dan para ibu rumah tangga, sebulan mampu mengantongi Rp 1,5 juta. Pendapatan itu belum lagi ditambah dengan uang transport, uang bonus dan uang makan. Selain itu perempuan yang beralamat di Jl.H Kenan. Rt.002/012 Bojong Sari Depok ini sekarang juga telah mempunyai workshop guna menampung anak didiknya.

Berkat kegigihannya pula, saat ini Bu Sunarni telah berhasil memberdayakan 7 orang penyandang tuna rungu menjadi wirausahawan baru di bidang tas limbah ini. Sejalan dengan itu, Bu Sunarni juga terus memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di sekitarnya. Saat ini pun Bu Sunarni juga bekerja sama dengan beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) di daerah Lebak Bulus, Cipete, dan Pondok Cabe untuk menampung para murid dari sekolah-sekolah tersebut agar bisa praktek kerja lapangan di workshopnya yang beralamat di JL SD impres no 79 RT 02/ RW 09 Pisangan Barat, Ciputat Cirendeu, Tangerang (Telp :  081218118683/081908828997).

Bu Sunarni masih berharap agar kelak muncul wirausahawan-wirausahawan baru yang termotivasi oleh usaha yang telah dirintisnya tersebut. Karena itulah Bu Sunarni akan dengan senang hati menerima uluran tangan, baik perseorangan atau lembaga, agar para anak didiknya yang menderita cacat fisik bisa lebih mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Anda tertarik? Silakan saja menghubungi Bu Sunarni di alamat yang tertera di atas. Pasti Bu Sunarni akan menyambut uluran tangan anda dengan suka cita.   

"Blogpost ini diikutsertakan dalam Lomba Ultah Blog Emak Gaoel"  





Tidak ada komentar:

Posting Komentar